Senin, 22 Juni 2009

Foto Bersama Butet Kertarajasa

Pelatihan Pemahaman Lintas Budaya

Pada tanggal 12-14 Juni 2009, aku mengikuti kegiatan Pelatihan Pemahaman Lintas Budaya yang diadakan oleh Stube HEMAT Yogyakarta. Kegiatan berlangsung di PGK Santi Dharma Godean. Sebagai fasilitator dalam kegiatan tersebut adalah Dr. Budiawan, KH Abdul Muhaimin, dan Butet Kertarajasa. Selama kegiatan tersebut dilakukan ekposur ke Ponpes Nurul Ummahat Kotagede dan rumah Butet Kertarajasa.
Sebagai follow up dari kegiatan tersebut dilakukan acara live in di Asrama Mahasiswa, Biara dan Pesantren. Kebetulan aku diempatkan di Asrama Sam Ratulangi, sehingga dapat mengetahui tentang budaya Minahasa dan masakannya yang mak nyuss...

Pelatihan Katekese

Pada tanggal 6 – 7 Juni 2009, aku bersama 1 orang teman Mudika dan 1 orang Ketua Lingkungan mengikuti kegiatan pelatihan katekese di Pasturan Sanjaya Muntilan. Acara pelatihan ini merupakan pembekalan awal calon guru-guru agama Katolik yang dipersiapkan untuk mendampingi penerimaan sakramen baptis, komuni, krisma dan pernikahan.
Pelatihan tersebut diikuti oleh sedikitnya 60 orang dari 7 Paroki di Kevikepan Yogyakarta (Nandan, Mlati, Medari, Bandung, Ganjuran, Pakem, Baciro), dan 2 dari Kevikepan Kedu (Ignatius dan Fatima). Mayoritas peserta adalah kaum muda, dengan persentase sekitar 80 %.

Foto Kenangan Live In di Sombron


Ini foto kami dengan keluarga Pak Gono, saat live in di Sombron.

Tuhan Menyelamatkanku


Dalam perjalanan untuk ziarah ke Sendangsono, sempat hampir terjadi kecelakaan fatal. Waktu itu dalam perjalanan dari Sanden ke Promosan melalui tempat yang sangat gelap dan kami hanya membawa beberapa senter kecil. Waktu itu aku bersepeda dengan kecepatan sedang. Karena kurang dapat melihat medan, aku tidak melihat ada tikungan yang cukup tajam dan menuruni bukit. Namun karena rem sepedaku blong, akhirnya aku tak dapat mengendalikan laju sepedaku yang melaju dengan kecepatan yang sangat kencang mendahului teman-teman, pada medan gelap yang tidak aku ketahui arahnya.
Teman-teman yang berada dibelakang panik, melihat laju sepedaku yang tak terkontrol lagi dan kemungkinan terjadinya kecelakaan 90 %. Meskipun tak dapat lagi melihat medan dan menahan laju sepeda, namun pada saat itu dalam hatiku seperti ada keyakinan yang menguatkan aku untuk membelokkan sepedaku ke kanan pada saat itu juga. Akhirnya tanganku menggerakkan stang ke kanan, dan sepedaku pun akhirnya berbelok tanpa terjatuh. Setelah berbelok sepedaku mengarah ke ditambah lagi jalanan yang curam, menurun dan gelap. Pada saat melalui jalan itu hampir saja sepedaku keluar dari jalan (aspal), ini karena pada aku merasakan bahwa aku tidak berjalan di jalan aspal dan telah melalui batuan-batuan. Namun akhirnya aku berhasil mengontrol arah sepedaku, dan menengahkannya kembali ke jalan aspal. Akhirnya sepedaku baru bisa berhenti sekitar 200 meter dari bukit tersebut, karena ada jalan menanjak.
Pagi hari kami kembali melewati jalan itu saat perjalanan pulang, setelah aku amati ternyata jalan menurun itu adalah sebuah bukit dengan ketinggian sekitar 70-100 meter. di sebelah kanan aku melintas ada jurang yang dalam, dan di sebelah kiri terdapat proyek galian pipa, bebatuan dan jurang Sehingga bila saat itu aku salah mengambil keputusan, pasti saja aku masuk jurang atau masuk ke dalam galian pipa dan menabrak batu, karena jarak galian pipa kurang 1 meter dari jalan aspal. Aku percaya Tuhan membimbingku dan melindungiku pada saat itu. Karena tanpa-Nya pasti saja aku celaka.

Road to Sendangsono


Pada tanggal 30 Mei 2009, aku bersama temen-temen Mudika Paroki St.Alfonsus Nandan, mengadakan acara sepedaan ke Goa Maria Sendangsono (Kalibawang- Kulonprogo). Acara tersebut diikuti 8 orang (Aku, Gembus, Gepenk, Bayu, Andre, Shiwel, Hoho dan Endick). Perjalanan dimulai jam 16.30, dengan mengambil rute Nandan-Cebongan-Seyegan-Ngluar-Sanden-Promasan.
Rombongan berhasil tiba dilokasi pukul 20.00. Melihat padatnya lokasi, karena sedang ada misa penutupan bulan Maria, maka kami langsung menuju warung makan karena kami semua sudah kelaparan. Selama di Sendangsono, kami beristirahat dan tidur di bawah rumah panggung, dengan beralaskan koran dan mantol. Hal tersebut karena tidak ada tempat lain yang dapat kami jadikan sarana istirahat. Aku dan teman-teman tidak terlalu banyak melakukan aktifitas kecuali jalan salib dan berdoa.
Pukul 6.30 kami berangkat dari lokasi untuk kembali ke rumah. Perjalanan pulang tidaklah terasa begitu berat seperti saat berangkat. Dalam perjalanan pulang, kami berhenti untuk makan di Cebongan. Sampai di rumah sekitar jam 10, aku terus bebaring di tempat tidur, dan kemudian tidur nyenyak selama 2 jam.